Kebaikan Berbagi : Ilmu yang Bermanfaat

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokaatuh 😊

Seperti biasa setelah salam, saya akan menuliskan sebuah opini tentang “Menebar Kebaikan.” Judul kali ini tentang Kebaikan Berbagi. Simak sampai selesai ya, Insyaa Allah ada di hikmah di tulisan saya kali ini.

Pernahkah dalam hidup kawan semua melakukan suatu kebaikan yang dapat membawa perubahan pada sekitar?

Hm… Coba kita renungkan bersama, kawan.

Bukankah suatu kebaikan itu mudah saja dilakukan. Baik sengaja atau pun tidak sengaja. Bahkan suatu kebaikan sekecil biji zarroh pun tetap mendapatkan pahala. Sesuai firman Allah SWT :

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

Artinya: “Barangsiapa berbuat
kebaikan sebesar zaroh pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan keburukan sebasar zaroh pun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya pula.”

Apa itu zarroh?

Zarroh adalah bagian terkecil pada sesuatu, atau istilah Fisikanya adalah Atom. Dan yang perlu kita ingat adalah semua yang kita lakukan di dunia ini tidak luput dari pengawasan Allah SWT. Baik atau buruknya sesuatu itu.

Kembali ke pembahasan.

Kebaikan apa saja yang sudah kita lakukan? Kebaikan ada banyak contohnya, seperti membantu, menyayangi, menasehati, menolong dan berbagi.

Kali ini pembahasan yang akan dibahas adalah kebaikan berbagi. Sudah seperti apa sih kebaikan berbagi kita kepada sesama? Lalu apa yang sudah kita berikan kepada saudara seiman?

Berbagi adalah memakainya secara bersama-sama.

Berbagi tidak selalu tentang zakat, infaq dan shadaqoh dalam bentuk uang. Tidak selalu dengan materi dan materi. Karena, berbagi bisa dalam bentuk apa pun sesuai dengan kemampuan kita.

Contoh yang paling mudah bagi saya yang seorang santri bertahun-tahun adalah berbagi makanan. Mempelajari tentang “Itsar”.

Itsar? Ya, itsar adalah mendahulukan saudaranya lebih dari diri sendiri.

Terkadang saat makanan yang kita miliki hanya tinggal sedikit, sementara kawan kita belum makan sejak pagi. Rasanya pasti akan memilih untuk mengisi perut sendiri dibanding memberikannya pada kawan sendiri.

Padahal disitulah keimanan kita diuji. Sifat peduli pada sesama muslim juga diuji. Apakah kita rela untuk memberikan makanan yang kita miliki untuk kawan kita?

Bisa kita jawab masing-masing ya, Kawan.

Selain berbagi dalam bentuk makanan ada satu hal yang sangat membekas dalam perjalanan saya menjadi seorang Santri Abadi.

Postingan saya sebelumnya membahas tentang diri saya yang bercapkan “Santri Abadi.”

Apa yang paling membekas?

Berbagi yang saya lakukan adalah dengan cara menyalurkan ilmu yang saya miliki kepada warga sekitar pesantren.

Siapa yang tahu daerah Jonggol?

Yang katanya Kota Jonggol itu terkenal dengan nama “Wakwow”.

Pesantren saya berada di daerah pedalaman Jonggol. Penuh dengan pepohonan tinggi, udara yang masih sejuk dan jarang rumah penduduk. Setiap hujan datang, petir bisa saja menumbangkan beberapa pohon yang berada di pekarangan pondok.

Warga sekitar pesantren kami pun masih tabu tentang agama. Melihat Pesantren kami tempati memakai cadar, mereka justru tidak tertarik untuk berhubungan baik dengan kami.

Namun…

Bulan Ramadhan tahun 2019 kemarin menjadi tahun pertama kami sebagai santri untuk terjun langsung ke masyarakat. Melakukan apa?

Kami mengadakan acara pesantren kilat dalam waktu sepekan untuk murid SD, SMP dan SMA di sana.

Sudah bukan hal yang aneh, jika anak yang ikut dalam acara Sanlat itu hanya sedikit, karena bagaimana pun, banyak orang tua mereka tidak mengizinkan anaknya mengikuti acara yang kami buat.

Membuat acara selama sepekan dengan terus berusaha mencari anak-anak yang ikut dalam acara kami.

Salah satunya dengan cara menyebarkan brosur kami ke sekolah-sekolah sekitar pondok. Meminta DKM Masjid setempat untuk mengizinkan kami menggunakan masjid mereka dalam sepekan ke depan.

Sekitar 15 anak yang mengikuti acara kami. Acara sanlat dilakukan di masjid daerah pondok, bukan masjid milik pondok, dengan alasan agar kami dapat melakukan syi’ar.

Ketika satu persatu mereka datang dengan pakaian rapih dan sopan, betapa bahagianya bahwa lebih dari 10 orang yang mengikuti acara kami.

Apa saja yang kami lakukan untuk mengisi sanlat buatan kami?

Pesantren yang kami tempati adalah pesantren Tahfidz Al-Qur’an, yang jelas dan pasti kami diajari Tahsin dan Tajwid dalam membaca Al-Qur’an. Selain itu, kami juga membantu mereka menghafal setiap do’a sehari-hari. Ditambah pelajaran adab sesama teman, guru dan orang tua.

Setiap panitia mendapat tugas masing-masing sesuai kemampuan yang menonjol untuk mengajarkan ilmu yang dimiliki kepada yang lain.

Ustad kami selalu berpesan :

“بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)

Ilmu yang kalian dapatkan dan kalian ajarkan akan menjadi amal jariyah untuk kalian. Dan ilmu yang kalian ajarkan akan lebih menempel diingatan kalian. Anggap saja, kalian tengah me-murojaah ilmu kalian.”

Pesan itu menjadi semangat baru dalam bersosialisasi dengan warga sekitar, meskipun lelah karena harus mengatur jadwal selama sepekan saat berpuasa, namun rasanya begitu menyenangkan.

Jiwa sosial kami diuji. Beberapa anak yang datang, sungguh membuat kami merasa iba dan salut.

Bagaimana tidak?

Mereka selalu bertanya tentang cadar yang kami pakai.

“Enak enggak sih Kak pakai cadar?”

“Kok ditutup terus mukanya, kita boleh intip enggak?”

“Ih, aku juga mau pakai cadar ah, nanti.”

Selain pertanyaan, salah satu dari mereka selalu menggunakan baju yang sama selama acara sanlat. Belum lagi, baju yang digunakan sudah tidak cukup alias kekecilan. Membuatnya tidak percaya diri saat ditunjuk untuk maju ke depan.

Saat itu, kami pun membuat baksos baju dadakan. Baju-baju gamis kami yang telah kecil atau kerudung panjang dan cadar kami yang masih bagus dan layak pun akhirnya kami sulap menjadi baru.

Beberapa dari kami mencuci baju dengan detergen dan pewangi pakaian dari santri-santri yang ingin sedekah. Kemudian yang lain menyetrika baju hingga wangi dan licin. Dan terakhir kami mengemasnya di dalam plastik baju yang kami beli di pasar.

Di hari terakhir sanlat, kami membagikan baju-baju bekas layak pakai kepada anak-anak yang mengikuti acara kami.

Hari terakhir itu juga kami menutupnya dengan acara ifthor dengan seluruh karyawan pesantren juga.

Nasi padang dan beberapa takjil sudah siap disantap. Sebelumnya, acara penutupan kami lakukan dengan suka cita. Indah dan sangat berkesan.

Anak-anak yang mengikuti sanlat pun mendapat beberapa bingkisan, seperti makanan ringan, buku, dan sertifikat.

Poin penting yang mereka dapatkan adalah “Ilmu dan Pengalaman.”

Bukan mereka saja, tapi kami pun mendapatkan poin penting itu. Banyak yang kami dapatkan, dari mulai mengerti cara bersosialisasi, mengajar, memendam emosi, menahan lelah, dan berpikir bagaimana caranya agar acara tidak berhenti begitu saja tanpa adanya kegiatan.

Ya, kawan…

Itulah kisah yang bisa saya bagikan kepada kalian tentang Menebar Kebaikan.

Jangan berhenti menebar kebaikan, meski kebaikan yang kalian lakukan tidak terbalas apa pun. Karena sesungguhnya Allah tetap akan mencatat kebaikan itu. Dan kalian tidak akan merugi.

Berbagi memang tidak harus materi. Namun jika kawan memiliki materi lebih dari cukup, kalian bisa menyalurkannya kepada mereka yang amanah, salah satunya adalah :

Dompet dhuafa.

Siapa yang tidak kenal dengan lembaga yang satu ini. Lembaga yang menyalurkan zakat, infaq dan shadaqoh para muslimin kepada mereka yang membutuhkan.

dompetdhuafa.org

“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa”

Sekian dari saya, semoga dengan tulisan ini dapat memberikan hikmah kepada kawan semua.

Wallahua’lam


Komentar

2 tanggapan untuk “Kebaikan Berbagi : Ilmu yang Bermanfaat”

  1. Belalang Jatuh Avatar
    Belalang Jatuh

    MaasyaAllah, cerita yang sangat mengesankan.💕😁

    Suka

    1. elfadhla Avatar

      Terima kasih 😊😊😊

      Suka

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai