Bahas tentang hijrah melalui tulisan tangan si Pendengar Kisah
Oleh : Fadhla Umaimah
Segelintir akhwat yang saya temui tidak jarang hanya mengikuti kawannya. Dan pada kesempatan ini, saya akan menceritakan satu kisah kawan lama saya, yang Maasyaa Allah…
Ini dibikin versi cerpen ya… Agar lebih enak untuk dibaca.
“Aku tidak pernah ikut acara Camp sekolah. Bukan karena tidak boleh, tapi karena aku memiliki pemahaman yang berbeda dari kawan-kawanku yang lain.” Ia tersenyum sambil menatap aku dan teman yang lain.
Namanya Hafshoh (Nama disamarkan). Usianya sama denganku saat kami memilih untuk mencintai Al-Qur’an. Kami sama-sama lulus SMA dan mengabdi di pondok Tahfidz.
Tapi perbedaannya denganku sangatlah berbeda. Bahkan sangat berbeda. Bagaikan langit dan bumi.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku menemukan sosok cantik. Bukan dari fisik melainkan dari hatinya. Sangaaat cantik… Maasyaa Allah.
1:1000
Dia satu-satunya kawan yang kulihat tidak ada jeleknya, sekalipun ada. Aku beranggapan dia masih lebih baik dari diriku.
Setiap ucapannya adalah sesuatu yang menenangkan. Cerita atau kisah hidupnya pun penuh makna, tidak ada yang namanya sekedar cerita murahan.
Dia akhwat yang membawa perubahan untuk saya dan semua teman saya saat masuk pondok.
Kerudung panjang dan jubah lebar. Untuk pertama kalinya saya melihat keanggunan dari sosok akhwat dengan jubah besar dan kerudung besar.
Saya pun perlahan mengikuti acara berpakaiannya bukan karena peraturan, tapi karena melihat sosoknya yang luar biasa membuat saya terkesima.
“Saat SMA, saya selalu dikucilkan karena kerudung panjang saya. Bahkan guru pun ada yang memberikan nilai rendah padahal saat ujian nilai saya alhamdulillah bagus.” Cerita Hafshoh dengan gaya khasnya yang teduh.
“Saaat acara menginap saya tidak ikut. Karena saat acara kemah pasti akhwat dan ikhwan akan berkumpul, dan khawatir adanya ikhtilat. Selain itu acara kemah juga pasti ada acara api unggun, yang di mana api unggun itu tradisi Majusi. Walaupun dipaksa saya tetap tidak ingin ikut.”
Aku semakin terkagum-kagum dengan akhwat ini. Bagaimana bisa, aku yang saat SMA saja tidak peduli bagaimana cara bergaul secara islami. Sementara dia, sudah berpikir bukan tentang lawan jenis atau cinta atau sejenisnya, tapi pembahasan yang tidak pernah terlintas di pikiran saya.
Dari Hafshohlah saya belajar banyak hal, terutama tentang Islam. Terlebih lagi pondok yang saya masuki, dipenuhi dengan warna-warni keanekaragaman sifat dan karakter, membuat saya semakin belajar bahwasanya dunia ini penuh dengan orang-orang yang berbeda-beda.
Meski dilihat-lihat saya jauh sekali dari sifat teduh Hafshoh, saya tetap belajar untuk mempertahankan yang telah ia bagikan kepada saya. Apa itu?
Sebuah gamis dan kerudung panjang yang akan saya istiqomahkan hingga akhir hayat saya…
Secuil cerita tentang kisah hijrah saya, yang membuat saya terlena dan jatuh cinta pada gamis dan berkerudung syar’i. Walau belum ingin memakai cadar. 😊
Wallahua’lam…
Tinggalkan komentar